Senin, 29 November 2010

Puisi

MEMAHAT



aku memahat nama di jantung yang masih berdetak
menusuk lebih tajam lebih dalam makin malam
serupa hitam pada arang bekas pembakaran kabut itu
masih jadi pertinggal hati yang binasa disambar petir
seakan tiada lagi malam setelah ini
mengenangmu adalah menelan diri

ada gumpalan darah yg berdosa
akan merah muda tentang cinta
izinkanlah aku memintamu dengan tiga seruan
kala terbit matahari esok dengan perangai elok matahari
ada awan biru mencolok yang terang benderang

jika bulan hadir setengah hati
bintang pucat sunyi senyap
segeralah sampaikan pada picisan telinga
manusia yang ku ukir ini
mati... mati.. mati...



TERTAWA LAH !


tertawalah , tertawa menggenggam mimpi
hari ini juga esok juga pasti kemarin pastilah
jadi teruslah korupsi selagi bisa tertawa , ya tertawa
biarkan mereka pusing kelaparan

uring-uringan gaji tak naik
belum lagi yg nganggur terbujur
beri salam penghormatan bagi mereka yg putus asa
karena mereka kita bisa tertawa

mereka cuma bisa teriak
tumpahkan kesal amarah di jalan raya
dikiranya bisa hancurkan mimpi kita

tertawalah... penjara itu kamar renung sementara
setelah keluar kita gasak lagi uang negara
selamanya kita di puncak
memacu hari menerkam mimpi
biar mampus mereka jadi kuli di tanah sendiri
kita nyantai di belakang meja ..

Lia Mutia Annisa 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar